Jumat, 02 Desember 2011

Masjid Shiratal Mustaqiem

Deskripsi arsitektur
Masjid Shiratal Mustaqiem adalah masjid tertua di Samarinda yang terletak di Jalan Pangeran Bendahara, Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Masjid ini dibangun pada tahun 1881.
Masjid Shiratal Mustaqiem
Masjid Shiratal Mustaqiem (2).jpg Masjid Shiratal Mustaqiem Samarinda
Letak Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia
Afiliasi agama Islam
Deskripsi arsitektur
Jenis arsitektur Masjid
Tahun selesai 1881
Spesifikasi
Masjid Shiratal Mustaqiem adalah masjid tertua di Samarinda yang terletak di Jalan Pangeran Bendahara, Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Masjid ini dibangun pada tahun 1881.

[sunting] Sejarah

Menara Masjid.
 
Jenis arsitektur Masjid
Tahun selesai 1881

Sejarah

Menara Masjid.
Sekitar tahun 1880 silam, datang seorang pedagang muslim dari Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) bernama Said Abdurachman bin Assegaf ke Kerajaan Kutai. Berdasarkan pertimbangan berdagang sembari menyiarkan Agama Islam, ia memilih kawasan Samarinda Seberang sebagai tempat tinggalnya. Hal itu ditanggapi dengan baik oleh Sultan Kutai Aji Muhammad Sulaiman. Melihat ketekunan dan ketaatan Said Abdurachman dalam menjalaankan syariat agama Islam, sultan akhirnya mengizinkan Said Abdurachman tinggal di kawasan Samarinda Seberang.
Mengemban amanat sebagai tokoh masyarakat bergelar Pengeran Bendahara, Said Abdurachman mempunyai tanggungjawab besar. Dulu wilayah ini adalah tempat maksiat. Orang kampung hampir tak ada yang berani ke wilayah ini karena takut. Tapi tidak dengan Pangeran Bandahara. Beliau malah mendatangi mereka yang berjudi dan mengajaknya untuk menjalankan syariat Islam.
Setelah berunding, akhirnya disepakati menjadikan tempat itu sebagai masjid untuk ibadah. Proses pembangunan masjid tersebut tentunya tak mudah. Kendati bergotong royong, untuk mendirikan 4 tiang utama atau yang disebut soko guru yang diperkirakan mempunyai tinggi 7 meter, warga tak sanggup karena besarnya tiang.
Hingga akhirnya datang seorang nenek dengan menggunakan jubah putih ke hadapan mereka. Siapa dia tak ada yang tahu. Namun ia berpesan kepada Pengeran Bendahara dan sejumlah pengikutnya. Disebutkan, ia akan membantu mendirikan 4 tiang utama tersebut dengan syarat tak ada satu wargapun yang melihat prosesi pendiriannya.
Keesokan harinya, sejumlah warga tertegun melihat 4 tiang utama sudah berdiri tegak. Bahkan saat warga mencoba mencari sosok seorang nenek tersebut, mereka tak kunjung menemukannya. Sehingga warga tak ada yang tahu pasti siapa dia.
Sepuluh tahun kemudian atau tepatnya 27 Rajab 1311 Hijriyah, pembangunan masjid akhirnya rampung. Sultan Kutai Aji Mohammad Sulaiman yang meresmikan masjid tersebut juga didaulat menjadi imam dan memimpin salat yang pertama di masjid tersebut.
Tempat ibadah umat Islam itu diketahui terbuat dari bahan Ulin yang digunakan sebagai bahan utama pembangunan masjid diambil dari empat kampung, diantaranya Karang Mumus, Dondang, Kutai Lama, dan Loa Haur.
Hingga saat ini arsitektur masjid yang selesai dibangun tahun 1891 itu tak ada yang berubah. Kendati ada perawatan yang dilakukan. Bahkan masjid bersejarah kedua terbaik se-Indonesia itu, menjadi lokasi yang sakral bagi warga setempat.[1]
Masjid ini memiliki luas bangunan sekitar 625 m² dan teras sepanjang 16 meter. Mulanya di lokasi ini dipilih karena diketahui sebagai sarang perjudian dan tempat penyembahan berhala. Karena itu, maka ketiga tokoh tersebut membangunnya agar dapat menghentikan kegiatan maksiat dan sesat tersebut. Buktinya, setelah terbangun (Masjid Shiratal Mustaqiem), ternyata kegiatan maksiat pun menghilang dan wilayah ini (Kampung Mesjid) semakin populer kala itu. Karena kepolulerannya itulah, maka daerah tempat berdirinya masjid ini diberi nama Kampung Mesjid dan kini menjadi kelurahan Mesjid.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar