Jumat, 02 Desember 2011

Masjid Raya Ganting

Masjid Raya Ganting
Masjidrayaganting.jpg Masjid Raya Ganting
Letak Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia
Afiliasi agama Islam
Deskripsi arsitektur
Jenis arsitektur Timur Tengah dan Eropa
Tahun selesai 1810
Spesifikasi

Masjid Raya Ganting adalah salah satu masjid di Sumatera Barat yang terletak di kelurahan Ganting, kecamatan Padang Timur, Kota Padang.[1]
Dalam perjalanan sejarah Kota Padang, masjid ini turut memberikan andil. Selain lokasi pengembangan agama Islam di pulau Sumatera, juga pernah dijadikan lokasi Jambore Hizbul Wathan se-Indonesia pada tahun 1932.[2]
Sejak tahun 1950, Masjid Raya Ganting semakin ramai dikunjungi beberapa pejabat tinggi negara, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Tercatat dari beberapa pejabat negara yang pernah berkunjung sekaligus melaksanakan salat di Masjid Raya Ganting antara lain Soekarno, Mohammad Hatta, Hamengkubuwana IX, Achmad Syaichu, Abdul Haris Nasution, dan beberapa tokoh lainnya.[3] Pada tahun 1942, Soekarno pernah menginap di salah satu rumah yang ada di belakang masjid, bahkan memberikan pidato di masjid ini.[4]

Sejarah

Masjid Raya Ganting dengan atap yang berbentuk tumpang
Sebelumnya masjid ini berada di kaki Gunung Padang, sebelum dipindahkan ke lokasi sekarang, dibuat dari bahan kayu dan atap yang dibuat dari rumbia. Atas prakarsa dari tokoh masyarakat setempat, Angku Gapuak (saudagar), Angku Syekh Haji Uma (tokoh masyarakat), dan Angku Syekh Kapalo Koto (ulama) bersepakat untuk melanjutkan pembangunan masjid yang lebih baik lagi pada tahun 1805.[2]
Masjid yang memiliki bentuk arsitektur Timur Tengah dan Eropa ini, didirikan di atas tanah wakaf Suku Caniago yang biayanya diperoleh dari para suadagar dan ulama-ulama Minangkabau. Pembangunan masjid ini mendapat simpati dari salah seorang anggota Corps Genie Belanda berpangkat kapten yang menjabat sebagai Komandan Genie wilayah Gouvernement Sumatra's Westkust yang meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli. Pada tahun 1810 pembangunan masjid ini dapat diselesaikan.


Arsitektur

Masjid Ganting berdiri di atas lahan seluas 102 x 95,6 meter persegi, dan memiliki halaman yang cukup luas untuk menampung banyaknya jamaah yang melaksanakan Salat Ied di Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.[5]
Bangunan masjid ini berbentuk persegi panjang yang simetris berukuran 42 x 39 meter, dengan atap berbentuk tumpang berjumlah 5 tingkat. Bangunan terbagi atas serambi muka (12 x 39 meter), serambi kanan (30 x 4,5 meter), serambi kiri (30 x 4,5 meter), dan ruang utama (30 x 30 meter). Sokoguru (tiang utama) masjid berjumlah 25 buah yang berbentuk segi enam dengan diameter 40 cm dan tinggi mencapai 4,2 meter yang terbuat dari beton.[5]
Di sebelah selatan dan belakang masjid terdapat beberapa makam, salah satu makam yang ada di selatan masjid adalah makam Angku Syekh Haji Uma, pemrakasa pembuatan Masjid Raya Ganting.

Peristiwa Penting

Beberapa peristiwa penting dalam sejarah juga pernah terjadi di masjid ini, diantaranya:[2]

Gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau

Pada tahun 1918, berkumpullah seluruh ulama pembaharuan agama Islam Minangkabau di Masjid Raya Ganting. Pertemuan itu untuk membahas langkah-langkah yang akan ditempuh untuk melaksanakan pemurnian ajaran agama Islam yang pada saat itu masih diwarnai oleh pemahaman mistik dan khufarat, yang merupakan peninggalan agama Budha dan Hindu yang sebelumnya juga pernah berkembang dikalangan masyarakat Minangkabau.

Embarkasi Haji

Dengan berfungsinya pelabuhan Emmahaven (atau pelabuhan Teluk Bayur sekarang) menjadikan Masjid Raya Ganting sebagai tempat embarkasi haji pertama di Sumatera Tengah. Dari masjid inilah diberangkatkan calon jemaah haji melalui pelabuhan Emmahaven menuju Mekkah.

Sekolah Thawalib

Pada tahun 1921, Syech H. Karim Amarullah (ayah dari Buya Hamka) mendirikan sekolah Thawalib didalam pekarangan Masjid Raya Ganting sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat kota Padang saat itu. Alumni dari sekolah ini mendirikan Persatuan Muslim Indonesia (Permi) yang merupakan cikal bakal partai Masyumi.

[sunting] Tempat mengungsi Bung Karno

Di tahun 1942, Jepang mulai menduduki Indonesia, saat itu Soekarno yang ditahan Belanda di Bengkulu diungsikan oleh Belanda ke Kutacane, Aceh, namun ketika rombongan pasukan Belanda baru sampai di Painan, tentara Jepang sudah lebih dulu sampai di Bukittinggi. Belandapun merubah rencana semula dengan mengungsi ke Barus dan meninggalkan Sukarno di Painan.
Selanjutnya oleh Hizbul Wathan yang bermarkas di Masjid Raya Ganting saat itu, Bung Karno dijemput ke Painan untuk dibawa ke Padang dengan menggunakan kendaraan pedati. Beberapa hari kemudian Bung Karno dibawa ke Padang dan menginap di salah satu rumah pengurus Masjid Raya Ganting.

Pembinaan prajurut Gyugun dan Hei Ho

Selama pendudukan tentara Jepang (1942–1945) di Sumatera Tengah (saat itu), Masjid Raya Ganting menjadi tempat pembinaan prajurit Gyugun dan Hei Ho, yang merupakan kesatuan tentara pribumi yang dibentuk oleh Jepang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar