Jumat, 02 Desember 2011

Masjid Agung Wolio

Masjid Al-Muqarrabin Syafyi Shaful Mu'min atau lebih dikenal dengan Masjid Agung Wolio adalah sebuah masjid yang berlokasi di Kota Bau-Bau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

 Sejarah

Masjid ini dibangun pada tahun 1712 oleh Sultan Sakiuddin Durul Alam yang memimpin Kesultanan Buton ketika itu merupakan masjid tertua di Sulawesi Tenggara (Sultra) dan merupakan lambang kejayaan Islam di masa itu. Para ahli meyakini Masjid Agung Wolio adalah masjid tertua di Sulawesi Tenggara. Namun, sejatinya ada sebuah masjid lain yang lebih tua yang dibangun di masa pemerintah Sultan pertama Buton, Kaimuddin Khalifatul Khamis atau Sultan Murhum (1427-1473). Hanya, masjid itu terbakar dalam perang saudara di Kesultanan Buton. Selanjutnya, Sultan Sakiuddin Darul Alam, yang berhasil memenangi perang saudara tersebut, membangun Masjid Agung Wolio untuk mengganti masjid yang musnah terbakar.
Masjid berusia lebih dari 300 tahun yang terletak di dalam bekas kompleks keraton Kesultanan Buton kini tetap dimanfaatkan oleh masyarakat, bukan hanya yang berada di sekitar Masjid tetapi penduduk Kota Baubau dan Kabupaten Buton[1].

Pusat bumi

Masyarakat setempat banyak yang percaya, Masjid Agung Wolio dibangun di atas pusena tanah (pusatnya bumi). Pusena tanah tersebut berupa pintu gua di bawah tanah yang berada tepat di belakang mihrab. Disebut pusena tanah karena dari pintu gua vertikal itu konon sering terdengar suara azan dari Mekkah, Arab Saudi. Ada lagi mitos yang menyebutkan, jika melongok ke dalam lubang pusena, orang bisa melihat orang tua atau kerabat yang telah meninggal.
Namun, semua cerita rakyat itu dibantah Imam Masjid Agung Wolio, La Ode Ikhwan, 65 tahun. Menurut dia, lubang yang ada di masjid itu sebenarnya adalah pintu rahasia yang sengaja dibangun untuk menyelamatkan Sultan Buton dan keluarganya jika diserang musuh. Ikhwan mengaku pernah masuk ke lubang itu. Di dalam lubang, kata dia, terdapat lima jalan rahasia yang mengarah ke sejumlah tempat tertentu di kompleks benteng. Salah satu jalan rahasia itu ada yang tembus ke selatan benteng, tak jauh dari kompleks makam Sultan Buton[2]. Ketika masjid ini direhabilitasi pertama kali di masa kekuasaan Sultan Muhammad Hamidi pada 1930-an, pintu gua tadi ditutup semen sehingga liangnya menjadi kecil dan bulat sebesar bola kaki. Agar tak menimbulkan persepsi lain dari masyarakat, lubang tersebut ditutup dan di atasnya dibuat tempat imam memimpin salat.
Jenis arsitektur
Tahun selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar